Coaching
dalam konteks pendidikan sejalan dengan pemikiran filosofis Ki Hajar dewantara.
Coaching menjadi salah satu proses
menuntun belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya. Selain itu, sebagai
seorang pamong, guru dapat memberikan tuntunan melaluk pertanyaan-pertanyaan
reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.
Peran
Coach di sekolah sangat dibutuhkan untuk mengarahkan semua warga dalam
komunitas memaksimalkan potensi mereka dan memecahkan sendiri masalah yang
dihadapi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, peran coach sangat dibutuhkan
untuk menggali kebutuhan anak didik lebih dalam sehingga memberikan arahan
mengenai kegiatan apa yang harus disediakan untuk memaksimalkan potensi sesuai
dengan kebutuhan sosial emosional. Dalam praktik di sekolah, proses coaching
juga tidak terlepas dari unsur sosial emosional. Untuk dapat menggali kemampuan
sosial emosional murid. Coach memiliki andil yang besar untuk mengarahkan murid
memaksimalkan kemampuan sosial emosional mereka sehingga mereka memiliki
keterampilan untuk dapat memecahkan masalah mereka sendiri. Guru sebagai
pendidik perlu memiliki keterampilan coaching sehingga dapat mengarahkan anak
didiknya untuk menemukan jati diri dan mengembangkan potensi dirinya. Dalam
proses coaching murid diberi kebebasan, namun pendidik sebagai pamong
memberikan tuntunan dan arahan agar murid lebih terarah. Melalui proses
coaching ini guru dapat membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan
dalam belajar.
Coaching
dapat menuntun kemerdekaan belajar murid untuk mengeksplorasi dirinya guna
mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Coaching berbeda
dengan konseling dan mentoring.
-
Coaching, mendorong coachee untuk dapat
menyelesaikan atau menemukan masalahnya sendiri.
-
Mentoring, membagikan pengalamannya
untuk membantu mentee dalam mengembangkan diri
-
Konseling, membantu konseli dalam
memecahkan masalahnya.
Dalam
melaksanakan praktik coaching dibutuhkan beberapa keterampilan agar dapat
memperoleh hasil yang maksimal. Ada 4 keterampilan Dasar Coaching
-
Keterampilan membangun dasar proses
coaching
-
Keterampilan membangun hubungan baik
-
Keterampilan berkomunikasi
-
Keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Salah satu model yang
dikembangkan dalam praktek Coaching adalah Model TIRTA. TIRTA dikembangkan dari
satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu
GROW. Model GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
-
Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui
apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
-
Reality (Hal-hal yang nyata): proses
menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
-
Options (Pilihan): coach membantu coachee
dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan
sebuah rancangan aksi.
-
Will (Keinginan untuk maju): komitmen
coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Untuk
membantu mengarahkan coach dalam proses coaching dibutuhkan langkah
pengaplikasian. Langkah Coaching Model
TIRTA antara lain:
-
Tujuan utama pertemuan/pembicaraan
-
Identifikasi masalah coachee
-
Rencana aksi coachee
-
Tanggung jawab/komitmen dalam
Aksi Aspek
berkomunikasi untuk mendukung praktik coaching antara lain, Komunikasi Asertif
menjadi Pendengar aktif, Bertanya reflektif
dan Umpan balik positif.
Refleksi
terhadap proses coaching di sekolah
1. Melalui proses coaching ini tentunya sangat
membantu saya sebagai seorang guru dalam menuntunsegala kekuatan kodrat siswa
sehingga dapat memperbaiki lakunya
2. Melalui proses coaching, saya sebagai guru dapat
mengarahkan murid untuk menggali potensi dan memaksimalkannya sehingga murid
ampu memecahkan masalah yang dihadapinya
3. Melalui proses coaching, saya sebagai guru dapat
membantu murid memperoleh kemerdekaan belajar dalam pembelajaran di sekolah
dengan mengaktivasi kerja otak murid dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang reflektif. Sehingga murid memiliki kesadaran diri untuk memaksimalkan
potensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar