Senin, 15 Februari 2021

Modul 2.1.a.9 Koneksi antar Materi (Pembelajaran Berdiferensiasi)



Modul 2.1.a.9

Koneksi Antar Materi

Pembelajaran Berdiferensiasi

Oleh: Fauziah Razak, S.Pd.I

CGP Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan

           

           Mengingat kembali pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa setiap anak terlahir dengan kodratnya masing-masing, guru bertugas untuk menuntun tumbuh kembangnya kodrat anak agar dapat tumbuh dan berkembang. Dalam hal ini, guru harus memahami kondisi setiap muridnya agar dapat membantu mereka tumbuh sesuai dengan kodrat mereka masing-masing. Salah satu upaya dalam mewujudkan hal ini adalah melalui proses pembelajaran berdiferensiasi.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha yang dilakukan guru  untuk menyesuaikan strategi, pendekatan, media, dan proses pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut. Pembelajaran diferensiasi sebenarnya merupakan serangkaian keputusan yang masuk akal yang dapat membantu guru untuk mengenali peserta didiknya lebih dalam kemudian mencari strategi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan murid agar mereka dapat bertumbuh.

Tujuan pembelajaran berdiferensiasi adalah membantu peserta didik tumbuh maksimum dari posisi belajar mereka saat ini. sementara bagi guru, pembelajaran berdiferensiasi membantu guru untuk semakin memahami posisi belajar anak didik agar pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 

Karakteristik pembelajaran berdiferensiasi dari penerapan pembelajaran Berdiferensiasi ditandai dengan adanya iklim belajar yang sangat positif, karena kehadiran seseorang sangat dihargai. Ruang kelas dipenuhi pekerjaan murid dan berbagai hal dimana murid berperan di dalamnya. Setiap orang saling menghargai. Setiap orang berbagi kebutuhan atas perasaan diterima, dihormati, apapun etnis, bahasa. Guru akan mengajarkan muridnya memebedakan perasaan yang dimiliki. Guru membantu perasaan muridnya tidak merasa kecil. Oleh karena itu, murid merasa aman, mereka boleh bertanya jika memerlukan bantuan serta mengatakan tidak tau jika tidak tau. Karakteristik lain dalam pembelajaran berdiferensiasi adalah Adanya penumbuhan, murid akan tumbuh semaksimal mungkin. Guru mengetahui pertumbuhan muridnya. Semua pertumbuhan murid sekecil apapun akan layak dicatat oleh gurunya. Guru membantu murid mencapai kesuksesan, memberi pemahaman tujuan belajar dan mempercepat pemahaman murid dengan menciptakan pembelajaran yang keluar dari zona nyaman sehingga murid menghadapi tantangan dan guru memberikan dukungan.  Karena itu, melalui pembelajaran ini akan tampak  keadilan yang nyata, semua murid sama, serta guru dan murid berkolaborasi untuk kesuksesan bersama.

Praktek pembelajaran berdiferensiasi dapat dilaksanakan secara efektif dengan terlebih dahulu memetakan kebutuhan belajar murid yang ada di kelas. Pemetaan kebutuhan belajar dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu melalui pemetaan berdasarkan minat belajar, pemetaan kesiapan belajar, dan pemetaan profil belajar murid.

1.      Kesiapan Belajar

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut. Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid

2.      Minat Belajar

Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.Tomlinson menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar; menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran; menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan; meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

3.      Profil Belajar

Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.

        Setelah melakukan pemetaan, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan guru adalah menentukan strategi dan langkah pembelajaran yang akan dilakukan. Hal ini  bertujuan agar pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran diferensiasi ada 3 yaitu deferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. Diferensiasi konten berupa materi apa yang akan diajarkan, guru dapat menyesuaikan dengan minat belajar murid. Diferensiasi proses terkait dengan skenario pembelajaran, dalam strategi ini guru dapat memberikan kegiatan yang berbeda untuk murid yang memiliki gaya belajar berbeda misalnya memberikan materi dalam bentuk podcast atau rekaman suara bagi murid yang auditori, memberikan gambar atau poster menarik bagi murid visual atau meminta murid yang kinestetik untuk berjalan melakukan pengamatan terkait materi yang dipelajari. Dalam pembelajaran diferensiasi juga memberikan kesempatan bagi murid untuk menentukan produk tugas yang akan dibuat sesuai dengan minat, kesiapan dan profil belajarnya, hal ini termasuk dalam strategi diferensiasi produk. Tugas yang diberikan kepada murid boleh tidak seragam dalam satu kelas misalnya semua murid harus membuat rangkuman materi secara tertulis, tetapi murid boleh memilih bentuk produk tugasnya bisa dalam bentuk tulisan, video bahkan dalam bentuk poster.

        Pada dasarnya pembelajaran ini bukan hal yang baru untuk kita terapkan karena murid sejak dulu telah memiliki karakter yang beragam. Tentunya selama ini dalam membuat rencana pembelajaran (RPP) guru telah memikirkan kebutuhan murid, hanya saja dalam pembelajaran berdiferensiasi ini dalam merencanakan pembelajaran lebih tergambar pada tujuan, langkah pembelajaran, materi, media, serta instumen penilaian terkait kebutuhan belajar murid. Ketika menerapakan pembelajaran berdiferensiasi guru akan lebih memhai muridnya. Pembelajaran ini merupakan strategi yang sangat effektif untuk menciptakan merdeka belajar.

 

 

 

 

 

 





 

Jumat, 27 November 2020

Modul 1.3.a.9 Koneksi Antar Materi

 

Modul 1.3.a.9 (Koneksi Antar Materi)

Fauziah Razak (CGP Angkatan 1, Bone Sulsel)

Hubungan Paradigma Inkuiri Apresiatif dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara

Pembelajaran yang aman, nyaman serta bermakna bagi anak adalah pembelajaran yang dinantikan oleh semua pihak, termasuk guru, anak didik maupun pemangku kepentingan lainnya. Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dibutuhkan suatu perubahan yang mengarah pada perbaikan kualitas pembelajaran. Dalam mewujudkan perubahan tersebut, dibutuhkan waktu yang tidak singkat, sehingga semua unsur dalam pendidikan harus saling bersinergi untuk mewujudkan perubahan bersama. Paradigma Inkuiri Apresiatif lahir untuk membantu menggali kekuatan positif dalam mewujudkan perubahan.


Inkuiri Apresiatif (IA) dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider. Cooperrider menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas,  serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi,  sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.

Pendekatan Inkuiri Apresiatif sejalan dengan Filosofi pendidikan Ki Hajar dewantara, dimana dalam Filosofi tersebut menekankan pada penggalian dan pengembangan potensi anak didik agar tercapainya kemerdekaan dalam belajar. Merdeka belajar tidak dapat diwujudkan tanpa adanya perubahan yang nyata. Inkuiri Apresiatif membantu untuk menggali segala potensi positif yang telah dibawa anak  didik untuk menjadi energi positif dan kekuatan untuk membentuk karakter-karakter yang baik di masa depan. Bagi Ki hajar dewantara pendidik hanya bertugas untuk merawat dan menuntun kodrat anak, melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif guru dapat membantu proses menuntun tersebut dengan memberikan bantuan, arahan serta bimbingan kepada anak didik agar dapat mengembangkan potensi mereka menjadi kekuatan yang selaras dengan kodrat zaman dimana mereka berada.

Pemanfaatan Paradigma Inkuiri Apresiatif terhadap nilai dan peran guru dalam Mewujudkan Visi Merdeka Belajar

IA sebagai salah satu model manajemen perubahan dan mencoba menerapkannya melalui tahapan dalam IA yang disebut dengan BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi). Melalui tahapan Bagja pendidik dapat memformulasi rencana untuk perubahan dengan mengidentifikasi nilai positif dalam sekolah agar dapat dijadikan sebagai kekuatan. Dalam mengembangkan inti positif agar menjadi kekuatan, identifikasi kekuatan dan peran para pemangku kepentingan sangat diperlukan terutama peran guru atau pendidik. Peran pendidik dalam memanfaatkan paradigma inkuiri Apresiatiff antara lain: membantu anak didik untuk menggali potensi mereka masing-masingagar menjadi kekuatan, mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada anak didik dengan memperhatikan kebutuhan anak didik di zaman dimana mereka berada, menciptakan suasana yang aman dan nyaman agar anak didik dapat mengembangkan potensi mereka, membangun komunikasi efektif agar anak didik dapat mengumakakan pendapatnya dengan lugas serta menciptakan ruang agar anak didik dapat bereksplorasi tanpa adanya tekanan.



Jika dikelola dengan baik, maka Inkuiri Apresatif dapat membantu peran guru menemukan inti positif dalam proses pembelajaran. Inti positif yang telah ditemukan dapat dikelola menjadi energi positif, kemudian mengubah energi tersebut menjadi kekuatan. Kekuatan yang dibiasakan dengan baik akan bertumbuh dan berkembang menjadi budaya positif untuk mewujudkan visi merdeka belajar.  

- Salam & Bahagia-


Rabu, 28 Oktober 2020

Bermain Dalam Islam

 

Dunia anak adalah dunia bermain. Jadi, sudah selayaknya pembelajaran dikelola dengan cara bermain. Piaget dan Vigotsky, peneliti dunia anak usia dini menemukan bahwa bermain merupakan salah satu komponen terpenting dalam kesuksesan anak di sekolah. Melalui bermain anak diajak berkomunikasi, bernegoisasi, mengelola peraturan, memperoleh pengetahuan serta memperluas keahlian berfikir kognitif mereka.[1] Senada dengan hal tersebut, Jean Piaget menegaskan melalui aktivitas bermain anak bisa menemukan sendiri pengetahuan yang akan menjadi konsep permanen bagi kehidupannya kelak.[2] Bermain merupakan karakteristik anak usia dini, sementara permainan merupakan sesuatu yang digunakan dalam bermain itu sendiri dengan tujuan untuk mendatangkan kesenangan dan kegembiraan pada anak.


Bermain bagi anak usia dini sangatlah penting karena masa mereka merupakan usia bermain. Menurut Ratna, tidak ada alasan untuk tidak menganggap kegiatan bermain itu sebagai kegiatan belajar. Justru pada usia anak-anak belajar akan menjadi efektif dan lebih cepat ditangkap pada saat bermain.[3] Jadi bermain merupakan kebutuhan mereka untuk belajar.

Dalam konsep Islam, bermain sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Bahkan setiap orang tua hendaknya menyempatkan diri untuk bermain dengan anak-anak mereka. Islam memandang bahwa bermain merupakan sesuatu yang penting bagi anak-anak. Selain sebagaimana wujud kasih sayang juga dapat melatih kreativitas dan fisik mereka agar menjadi kuat. Rasulullah saw sering menyempatkan diri bermain bersama anak-anak. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa beliau sering menggendong Hasan dan Husain di atas punggung beliau kemudian bermain kuda-kudaan. Beliau sering memasukkan sedikit air kemulut beliau, lalu menyemburkan ke wajah Hasan, hingga Hasan pun tertawa.[4]  Dalam riwayat lain Umar bin Khattab ra pernah berjalan di atas tangan dan kedua kakinya (merangkak), sementara anak-anak bermain di atas punggungnya. Ketika orang-orang masuk dan melihat khalifah mereka dalam keadaan seperti itu merekapun berkata”, engkau mau melakukan hal seperti itu wahai amirul mukminin?” Umar menjawab,” Tentu!.”[5]

Kedua riwayat di atas menggambarkan bahwa setiap orang tua hendaknya menyempatkan diri bermain bersama anak-anaknya. Selain itu dapat dimaknai pula bahwa dalam mendidik anak-anak hendaknya diselingi dengan berbagai permainan, sehingga anak akan merasa senang dan nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, bermain merupakan kebutuhan anak yang harus dipenuhi yang akan berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangannya kelak. Maka dari itu, tidaklah heran bila Islam memandang bermain sebagai sesuatu yang amat penting bagi anak-anak.



[1] Kathy Charner dkk, Permainan Berbasis Sentra Pembelajaran, (Cet. I; Jakarta: Erlangga, 2005), h. 8

[2] Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karaker dengan Metode Sentra, h. 67

[3] M. Fadlillah, Edutaiment Pendidikan Anak Usia Dini, (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2016), h. 27

[4] M. Fadlillah, Edutaiment Pendidikan Anak Usia Dini, h. 28

[5]  Muhammad Fadhillah dan Lilif Mualifatuh Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini (Konsep dan Aplikasinya dalam PAUD), h. 133

3.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

  3.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid Hal-hal menarik yang dapat Anda tarik dari pembelaja...